Selasa, 06 September 2011

Mitos yang Terpatahkan

Mitos 1:
Merokok menenangkan pikiran
dan meningkatkan daya konsentrasi?

Fakta:
Pengaruh nikotin membuat kecanduan.
Pecandu rokok jadi gelisah, berkeringat dingin
dan sakit perut bila tidak merokok.
Efek adiktif yang menyerupai efek narkotika.



Mitos 2:
Merokok adalah hak individu
yang tak boleh diganggu-gugat?

Fakta:
Merokok adalah ketidakberdayaan melawan adiksi nikotin
dan akibat pada kesehatannya.
Rasa tanggungjawab hendaknya membuat perokok bertoleransi
terhadap hak udara bersih orang di sekitarnya.



Mitos 3:
Nikotin tak menimbulkan kecanduan?

Fakta:
Report on Nicotine Addiction 1964
Depkes AS menyatakan nikotin adiktif.



Mitos 4:
Polusi udara oleh asap mobil
lebih berbahaya dari asap rokok?

Fakta:
Asap knalpot mobil menyebar di udara terbuka,
asap rokok sepenuhnya masuk ke paru-paru perokok
dan orang di dekatnya. Ada 4000 bahan kimia di asap rokok,
69 di antaranya karsinogenik.



Mitos 5:
Iklan rokok tidak mencari perokok baru
tapi agar perokok beralih ke produk baru?

Fakta:
Bagi pecandu rokok, dengan atau tanpa iklan
ia akan tetap mencari rokok karena adiktifnya.
Jadi iklan rokok lebih ditujukan mencari perokok baru,
terutama remaja dan wanita.



Mitos 6:
Industri rokok telah berjasa terhadap
pendapatan negara melalui cukai rokok?

Fakta:
Yang membayar cukai rokok
adalah konsumen (rakyat kita sendiri)
bukan industri rokok.



Mitos 7:
Peningkatan harga rokok menurunkan
cukai tembakau karena berkurangnya konsumsi?

Fakta:
Penerimaan cukai tembakau naik 13 kali lipat tahun 1994-2007
walaupun harga rokok naik banyak selama periode itu.



Mitos 8:
Industri rokok memberikan sumbangan besar
pada penerimaan pemerintah?

Fakta:
Sumbangan cukai rokok pada penerimaan cukai negara hanya
sekitar 6-7%, jauh di bawah penerimaan dari PBB dan PPh bahkan
lebih rendah dari pajak parkir.
Bila cukai dinaikkan, penerimaan akan naik
karena rokok adiktif dan harganya in-elastis.



Mitos 9:
Pengendalian konsumsi rokok mengurangi
pendapatan negara dari cukai rokok?

Fakta:
Rokok adalah produk inelastic dan adiktif,
akan terus dibeli bila harganya terjangkau.
Bila harganya tinggi, pendapatan cukai naik
dan penduduk miskin mengurangi konsumsi.



Mitos 10:
Pengendalian konsumsi rokok
akan mematikan petani tembakau?

Fakta:
Seperti industri rokok, pengendalian konsumsi rokok
tak akan mematikan petani tembakau.
Bila kebutuhan industri rokok akan tembakau
berkurang, yang terkena dampak adalah importir tembakau.



Mitos 11:
Peningkatan harga rokok
akan membebani penduduk miskin?

Fakta:
Perilaku merokoklah yang membuat
orang miskin terperangkap dalam kemiskinan.
Peningkatan harga rokok akan mengalihkan daya beli
atas barang lain yang lebih bermanfaat.



Mitos 12:
Indonesia adalah Negara pengekspor tembakau?

Fakta:
Indonesia mengimpor tembakau dari banyak Negara
seperti Amerika, China, Singapura dll.
Data Ditjen Pertanian 2005 menunjukan bahwa
nilai impor tembakau lebih besar dari nilai ekspornya,
Negara merugi 35 juta dolar pertahun
untuk impor tembakau.



Mitos 13:
Industri rokok menghidupi kemajuan olahraga dan musik bangsa?

Fakta:
Ayolah, menghidupi dengan cara merusak kualitas
sumberdaya manusia? Adakah yang sadar prestasi
bulu tangkis kita mulai menurun? Udara kotorlah
yang merusak kualitas kesehatan anak bangsa.

Bila Indonesia ingin disejajarkan dengan negara-negara
maju dalam industri musik hendaknya meneladani
kebijakan mereka yang melarang industrk rokok
mensponsori industri musik bangsa.




Rokok dan Pertanian Tembakau

Produksi rokok yang meningkat 7x dari 35 ke 235 milyar batang
selama 1961-2005 mengindikasikan pemenuhan suplai
dari tembakau impor.

Nilai ekspor netto daun tembakau
(nilai ekspor dikurangi nilai impor)
hamper selalu negative selama 1993-2005.

Antara 2001-2005 nilai ekspor netto daun tembakau minus
USD 27-48 juta, atau rata-rata USD 35 juta per tahun.


Petani Tembakau

Petani tembakau 2006: 684 ribu,
1,6% dari pekerja pertanian yang 42 juta,
atau 0,7% dari total pekerja yang 95 juta,
turun dari jumlah 2001 yang 913 ribu.


Upah Buruh Tani Tembakau

Rata-rata upah harian buruh tani
sebesar Rp 15.899,- per hari atau
sekitar Rp 413.373 per bulan
(26 hari kerja).

Upah ini hanya 47% dari rata-rata
upah nasional yang Rp 883.693,-
per bulan (2008).

Jadi upah buruh tani tembakau hanya
separoh upah rata-rata nasional.


Kondisi Hidup Buruh Tani Tembakau

42% petani pengelola tembakau
(pemilik, penyewa, dan bagi hasil)
hidup di rumah berlantai tanah.

58% rumah buruh tani tembakau
berlantai tanah.

Keterlibatan buruh anak dalam
pertanian tembakau
sudah menjadi hal biasa.


Tanaman Pengganti Tembakau

64% petani tembakau ingin beralih ke
usaha lain bila sama atau lebih untung.
65% buruh tani tembakau ingin cari pekerjaan lain,
utamanya perdagangan.

Tanaman alternative yang memberikan
keuntungan sama atau lebih besar
adalah cabe, bawang merah,
dan melon untuk dataran rendah
serta kentang dan cabe merah
untuk dataran tinggi.


Rekomendasi Kebijakan

~ Kawasan tanpa asap rokok
~ Peringatan kesehatan bergambar
~ Larangan total iklan, promosidan sponsor rokok
~ Peningkatan cukai dan harga rokok
~ Dukungan kepada petani tembakau untuk merubah produk pertaniannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar